Senin, 05 November 2018

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN)


JURNAL
ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN)
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Diagnosis Anak Bermasalah
Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah, M.Pd.I
Hasil gambar untuk logo iain metro
Oleh :
                                               Diaz Maulidya                         1601030058
Nurul Aulia Sasmitha              1601030020
Riska Ayu Wulandari             1601030046


Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) METRO
TAHUN AKADEMIK 1440 H / 2018-2019 M









ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN)
Diaz Maulidya, Nurul Aulia Sasmitha, Riska Ayu Wulandari
Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Metro

Abstract
Early childhood is a child in the age range of one to five years. Special needs children are children who in education require specific services, in contrast to children in general. Visual impairment is a child who experiences visual impairment in such a way that special services in education and life. Hearing loss is a partial or total disability disorder to listen to the sound of one or both ears.
Keywords : Visual impairment, Hearing loss

Abstrak
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia satu hingga lima tahun. Anak kebutuhan khusus merupakan anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Gangguan penglihatan (tunetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Gangguan pendengaran merupakan salah satu gangguan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara salah satu atau kedua telinga.
Kata Kunci : Gangguan penglihatan, Gangguan pendengaran



A.      PENDAHULUAN
Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia satu hingga lima tahun. Pengertian ini didasarkan pada batasan pada psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) berusia 0-1 tahun, usia dini (early childhood) berusia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood), berusia 6-12 tahun.[1]
Anak akan mengalami suatu perkembangan dan pertumbuhan dalam hidupnya, dimana harus diperhatikan oleh orang tua untuk menjamin perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan usianya. Perkembangan merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai saat terjadinya konsepsi dan berlangsung melalui siklus kehidupan.[2] Kemudian pertumbuhan merupakan satu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.[3]
Dapat disimpulkan mengenai perkembangan bahwasannya lebih cenderung terhadap kemajuan mental dan perkembangan rohani yang melaju terus hingga akhir hayat sehingga perkembangan bersifat kualitatif. Dan pertumbuhan lebih cenderung menuju kepada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju pada suatu titik optimum dan menurun, dan pertumbuhan juga bersifat kuantitatif.
Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadapi anak terutama anak usia dini, biasanya berkaitan dengan gangguan pada proses perkembangannya. Bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan berlanjut pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah. Pada gilirannya, gangguan tersebut  dapat menghambat proses perkembangan anak yang optimal. Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat.
Anak berkebutuhan khusus atau yang pada masa lampau disebut anak cacat memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Tipe anak berkebutuhan khusus bermacam-macam dengan penyebutan yang sesuai dengan bagian diri anak yang mengalami hambatan baik telah ada sejak lahir maupun karena kegagalan atau kecekatan pada masa tumbuh kembangnya.  



B.       PEMBAHASAN
1.      Anak Kebutuhan Khusus
Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa.  Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umunya.[4] Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu, anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus ya ng bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi ligkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dan sebagainya. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen.

2.      Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.[5] Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf braille bagi yang tunanetra total, dan yang bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar.
Terdapat dua cara yang sangat umum untuk mendefinisikan gangguan penglihatan (kebutaan) yaitu definis menurut hukum (legal) dan definisi secara edukasional. Menurut hukum merupakan definisi yang sering digunakan oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung dalam profesi medis.
Definisi menurut hukum, meliputi penilaian terhadap ketajaman visual dan keluasan bidang pandang (field), digunakan untuk menentukan apakah seseorang memenuhi syarat atau tidak untuk mendapatkan manfaat hukum yang tersedia bagi orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan. Menurut definisi tersebut, orang yang buta adalah orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang, baik denga koreksi (misalnya menggunakan kacamata) maupun tidak, atau orang yang memiliki keluasan bidang pandang yang sempit dengan besar sudut pandang tidak lebih dari 200.[6]
Definisi secara edukassional banyak digunakan oleh para pendidik karena mereka menilai bahwa klasifikasi menurut hukum tidak lagi memadai. Secara singkat dapat didefinisikan bahwa anak yang buta secara edukasional adalah anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar. Anak-anak tersebut memiliki penglihatan yang terganggu sehingga tidak dapat dididik melalui penglihatan.[7]

3.      Penyebab Gangguan Penglihatan (Ketunanetraan)
Berikut ini terdapat beberapa penyebab dari adanya gangguan penglihatan, diantaranya[8] :
a.       Albinisme
Orang dengan albinisme dilahirkan dengan atau tanpa sedikit warna (pigmen) dalam mata, kulit dan rambut. Sehingga mereka berkulit pucat dengan warna rambut sangat pirang (bahkan karakter fisik ini tidak umum dijumpai dalam kelompok etnis mereka). Albinisme dapat mempengaruhi kemampuan penglihatan bagi mereka yang terkena.
b.      Katarak
Merupakan kekeruhan pada lensa mata yang menghambat alur cahaya. Meskipun kebanyakan kasus katarak berkaitan dengan proses penuaan namun terdapat pula sejumlah besar anak-anak yang terlahir dengan katarak atau mengalami perkembangan katarak setelah terkena cedera mata, peradangan, dan penyakit mata lainnya. Kasus terjadinya katarak pada masa kanak-kanak terjadi diberbagai belahan dunia. Dalam berbagai kasus kejadian katarak tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan, infeksi selama kehamilan juga dapat menyebabkan katarak.
c.       Diabetes
Merupakan salah satu penyebab utama dari ketunanetraan dibanyak negara. Penyakit diabetes dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit mata seperti diabetic retinopatithy (gangguan mata terkait diabetes yang paling umum) glukoma dan katarak.
d.      Glukoma
Keadaan ketika saraf optik yang membawa informasi dari daerah mata yang sensitif cahaya (retina), langsung menuju ke otak yang rusak, biasanya dikarenakan adanya tekanan tinggi di mata. Mata membutuhkan sejumlah tekanan untuk mempertahankan bentuk mereka sehingga mata bekerja dengan baik dan tetap sehat. Bila tekanan terlalu tinggi anak merasa tidak nyaman pada cahaya terang atau sinar matahari (fotofobia), dan memiliki mata yang sedikit lebih besar dari biasanya. Anak yang cenderung mengembangkan mata “juling” (saat mata melihat arah yang berbeda) atau “mata malas” (bila satu mata lebih lemah dari yang lain), atau mungkin mata akan mengeluarkan lebih banyak air mata dibandingkan dengan mata normal.
e.       Onchocerciasis atau River-Blindness
Ditularkan oleh lalat hitam yang hidup dan berkembangan di daerah sungai. Cidera mata yang disebabkan oleh lalat tersebut lebih dikenal dengan mata lesi. Mata lesi dapat ditemukan disemua jalinan internal mata yang menyebabkan peradangan, pendarahan, dan komplikasi lain yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan.
f.       Kesalahan refraksi
Termasuk miopia (rabun jauh) dan hipermiopi (rabun dekat) dengan atau tanpa astigmatisme (kemampuan mata untuk secara tajam memebdakan garis lurus yang terletak hanya pada satu meridian).
g.      Retinitis Pigmentosa (RP)
Jenis penyakit yang menyerang retina dan dipengaruhi oleh faktor keturunan. Gejala dalam retinitis pigmentosa terlihat sejak masa kanak-kanak ketika kedua mata telah terinfeksi. Penglihatan malam bisa menjadi buruk, dan medan penglihatan mungkin mulai menyempit, ditahap kemudian, hanya sebagian kecil daerah penglihatan sentral yang tersisa, dengan sedikit penglihatan tepi / fariferal. RP adalah salah satu penyakit mata yang paling banyak ditemukan dinegara dengan budaya perkawinan sedarah.
h.      Trachoma
Disebabkan oleh mikroorganisme yang menular melalui kontak mata dengan orang yang terinfeksi (dapat pula melalui media handuk, sapu tangan, jari, dll), dan melalui transmisi oleh lalat yang menyerang mata. Setelah tahun-tahun terinfeksi berulang, bagian dalam kelopak mata dapat mengalami luka yang begitu parah sehingga kelopak mata menjorok kedalam dan bulu mata melekat pada bola mata, yang lebih lanjut bisa menyebabkan luka pada kornea dan pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Didalam gangguan penglihatan ada beberapa Tanda-tamda gangguan penglihatan yang mesti diperhatikan diantaranya :[9]
a.       Memegang benda dekat-dekat ke matanya
b.      Tidak tertarik melihat gambar-gambar dibuku
c.       Ceroboh – terkadang tersandung atau menabrak mebel
d.      Waktu melihat matanya juling
e.       Ada keturunan gangguan penglihatan
f.       Tidak dapat mengambil benda kecil, seperti kancing kecil, benang atau peniti.
Berikut merupakan cara untuk mengungkap gangguan penglihatan pada anak, apakah anak mengalami gangguan dengan memahami beberapa hal dibawah ini:[10]
a.       Kurang melihat (kabur) tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter
b.      Kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya
c.       Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus
d.      Sering meraba dan tersandung waktu berjalan
e.       Bagian bola bewarna keruh/bersisik/kering
f.       Mata bergoyang terus
g.      Peradangan hebat pada kedua bola mata
h.      Kerusakan nyata pada kedua bola mata
i.        Tidak dapat membedakan cahaya

4.      Gangguan Pendengaran
Pendengaran merupakan salah satu indera yang penting dalam mendukung kemampuan berbahasa meliputi perkembangan berbahasa, berbicara dan berkomunikasi. Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran pada anak dan remaja sering kali menimbulkan kesulitan bagi praktisi untuk mendeteksinya sejak dini akibat adanya komorbilitas dengan gangguan jiwa lain seperti autis gangguan afektif, masalah dalam kelompok sosial, masalah perilaku dan gangguan psikotik.[11]
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional dan gangguan perkembangan. Umumnya, bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran lebih dulu diketahui keluarganya karena keterlembatan bicaranya. Diperkirakan, 0,5-1% bayi baru lahir per 1.000 kelahiran, menderita kehilangan pendengaran atau tuli syaraf pada kedua telinga dengan derajat sedang sampai berat dan menetap. Angka ini diperkirakan meningkat sampai 1,5-2 % per 1.000 anak umur di bawah 6 tahun.
Gangguan pendengaran genetik bawaan dapat disertai kelainan lain atau merupakan bagian dari sindrom. Gangguan pendengaran dapat terjadi bersama dengan kelainan bawaan telinga luar dan mata, gangguan metabolik, tulang dan otot, kulit, ginjal, dan sistem syaraf. Anak dengan orang tua menderita ketulian keturunan juga beresiko menderita gangguan pendengaran.[12]
Deteksi dini gangguan pendengaran ini penting untuk dilakukan mengingat tuna rungu adalah salah satu kelainan lahir yang banyak terjadi. Deteksi dini yang dimaksud adalah pemeriksaan pendengaran yang dilakukan sedini mungkin, yaitu pada hari-hari pertama kelahiran atau sebelum keluar dari rumah sakit. Bayi baru lahir yang berkemungkinan tinggi punya gangguan pendengaran diantaranya :[13]
a.       Ada riwayat keluarga yang punya gangguan pendengaran menetap.
b.      Kelainan bentuk telinga, wajah, dan kepala.
c.       Infeksi pada kehamilan seperti toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, dan sifilis.
d.      Berat lahir kurang dari 1.500 gram.
e.       Bayi-bayi yang keadaannya mengharuskan perawatan di rumah sakit.
Tuna rungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan karena kerusakan atau kehilangan kemampuan mendengar sedangkan remaja tuna rungu adalah seseorang dengan batasan usia antara 12 hingga 21 tahun yang anak mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar.[14]
Berikut ini merupakan ciri-ciri anak tuna rungu, diantaranya[15] :
a.       Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
b.      Banyak perhatian terhadap getaran
c.       Terlambat dalam perkembangan bahasa
d.      Tidak ada reaksi terhadap suara atau bunyi
e.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
f.       Kurang atau tidak tanggap dalam diajak berbicara
g.      Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh monoton.

5.      Faktor-faktor Penyebab Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :[16]
a.       Conductive hearing loss
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan karena adanya kecacatan pada bagian luar atau bagian tengah telinga. Gangguan ini bisa timbul akibat bayi menderita sakit flu, alergi, atau infeksi telinga. Namun gangguan ini sifatnya sementara.
b.      Sensorineural hearing loss
Yaitu gangguan karena kerusakan pada telinga bagian dalam atau saluran syaraf yang membentang dari telinga bagian tengah ke otak. Biasanya, penderita gangguan pendengaran ini masih bisa mendengar, tetapi sayup-sayup. Gangguan ini juga bisa terjadi karena adanya kerusakan saraf pada saat bayi masih di dalam rahim, pada saat proses persalinan atau setelah dilahirkan, misalnya karena terserang virus, rubella atau meningitis.
c.       Control hearing loss
Merupakan gangguan yang membuat anak dapat mendengar suara, tetapi tidak menangkap apa yang dikatakan oleh orang yang berbicara dengannya. Gangguan ini dapat terjadi akibat kecelakaan, adanya tumor yang menyebabkan perubahan pada pusat saraf pendengaran diotak serta faktor keturunan.
d.      Combined hearing loss
Merupakan perpaduan dari gangguan sensorineural dan conductive hearing loss.
e.       Gangguan pendengaran juga dapat disebabkan pada saat ibu hamil itu mengosumsi antibiotik atau pernah mendapatkan perawatan kemoterapi, bayi mengalami jaundice, atau bayi yang memakai ventilator lebih dari lima hari.




C. KESIMPULAN
Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia satu hingga lima tahun. Anak yang lahir dunia sangat rentan dengan berbagai masalah. Terdapat anak yang berkebutuhan khusus yang dimaksud anak yang memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Terdapat beberapa gangguan yang ada pada anak, gangguan tersebut adalah gangguan penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Penyebab gangguan penglihatan dikarenakan ada beberapa hal yaitu, albinisme, katarak, diabetes, glukoma, Onchocerciasis atau River-Blindness, Kesalahan refraksi, Retinitis Pigmentosa (RP) dan Trachoma.
Pendengaran merupakan salah satu indera yang penting dalam mendukung kemampuan berbahasa meliputi perkembangan berbahasa, berbicara dan berkomunikasi. Sedangkan gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan pada pendengaran anak meliputi, Conductive hearing loss, Sensorineural hearing loss, Control hearing loss, Combined hearing loss, dan Gangguan pendengaran juga disebabkan pada saat ibu hamil mengosumsi obat antibiotik atau pernah mendapatkan perawatan kemoterapi.







DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Ahmad Rudiyanto, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini, Lampung : CV. Laduny, 2018.
Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), Jakarta : Bumi Aksara, 2017.
Aulia Fadhli, “Buku Pintar Kesehatan Anak”, Yogyakarta : Pustaka Anggrek, 2010.
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010.
June Thompson, Toddlercare Pedoman Rawat Balita, Jakarta : Erlangga, 2003.
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Merangkul Perbedaan Perangkat Untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif Ramah Terhadap Pembelajaran Buku Khusus 3 Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas Dalam Seting Inklusif, Bangkok: IDPN Indonesia, 2009.
M.A. Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini (Buku Ajar S1 PAUD), Yogyakarta : Deepublish, 2015.
Nia Nurdiansyah, Buku Pintar Ibu dan Bayi Panduan Lengkap Merawat Buah Hati & Menjadi Orang Tua Cerdas, Jakarta : Bukune, 2011.
Rini Hildayani, dkk, Penanganan Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus), Banten: Universitas Terbuka,2014.

JURNAL :
Dian Rachmawati Wasito, Dwi Sarwindah, dkk., “Penyesuaian Sosial Remaja Tuna Rungu yang Bersekolah di Sekolah Umum”, Vol. 12. No.03, Desember, 2010.
Ererih Wilisari dan Yunias Setiawati, “Aspek Psikiatri Gangguan Pendengaran Pada Anak”, Vol: No.2, Agustus 2014.
Mardhiyah, dkk., “Identitas Anak Berkebutuhan Khusus dan Strategi Pembelajarannya”, Al Ta’dib Vol. 3 No.1, Juli 2013.


[1] Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta : Bumi Aksara, 2017), h. 1.
[2] Ahmad Rudiyanto, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini, (Lampung : CV. Laduny, 2018), h. 3.
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 5.
[4] Mardhiyah, Siti Dawiyah, dkk, “Identitas Anak Berkebutuhan Khusus dan Strategi Pembelajarannya”, Al Ta’dib Vol. 3 No.1, Juli 2013, h. 56.
[5] Ibid, h. 58.
[6] Rini Hildayani, dkk, Penanganan Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus), (Banten: Universitas Terbuka,2014), h. 83.
[7] Ibid, h 84-85.
[8] Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Merangkul Perbedaan Perangkat Untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif Ramah Terhadap Pembelajaran Buku Khusus 3 Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas Dalam Seting Inklusif (Bangkok: IDPN Indonesia, 2009) h 47-48.
[9] June Thompson, Toddlercare Pedoman Rawat Balita, (Jakarta : Erlangga, 2003), h. 39.
[10] Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini (Buku Ajar S1 PAUD), (Yogyakarta : Deepublish, 2015), h. 181.
[11] Ererih Wilisari, Yunias Setiawati, “Aspek Psikiatri Gangguan Pendengaran Pada Anak”, Vol: No.2, Agustus 2014,h.3
[12] Aulia Fadhli, “Buku Pintar Kesehatan Anak”, (Yogyakarta : Pustaka Anggrek, 2010), h. 97.
[13] Ibid, h. 99.
[14] Dian Rachmawati Wasito, Dwi Sarwindah, dkk, “Penyesuaian Sosial Remaja Tuna Rungu yang Bersekolah di Sekolah Umum”, Vol. 12. No.03, Desember, 2010, h. 141.
[15] Mardhiyah, Siti Dawiyah, dkk, “Identitas Anak Berkebutuhan Khusus dan Strategi Pembelajarannya”, h. 59-60.
[16] Nia Nurdiansyah, Buku Pintar Ibu dan Bayi Panduan Lengkap Merawat Buah Hati & Menjadi Orang Tua Cerdas, (Jakarta : Bukune, 2011), h. 170-171.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN)

JURNAL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN) Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ ...