JURNAL
ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN PENGLIHATAN DAN
GANGGUAN PENDENGARAN)
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Diagnosis Anak Bermasalah”
Dosen
Pengampu : Uswatun Hasanah, M.Pd.I

Oleh
:
Diaz
Maulidya 1601030058
Nurul
Aulia Sasmitha 1601030020
Riska
Ayu Wulandari 1601030046
Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini
(PIAUD)
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) METRO
TAHUN
AKADEMIK 1440 H / 2018-2019 M
ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (GANGGUAN
PENGLIHATAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN)
Diaz Maulidya, Nurul Aulia Sasmitha, Riska Ayu
Wulandari
Jurusan
Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Metro
Abstract
Early
childhood is a child in the age range of one to five years. Special needs
children are children who in education require specific services, in contrast
to children in general. Visual impairment is a child who experiences visual
impairment in such a way that special services in education and life. Hearing
loss is a partial or total disability disorder to listen to the sound of one or
both ears.
Keywords : Visual impairment, Hearing loss
Abstrak
Anak usia dini adalah anak yang berada pada
rentang usia satu hingga lima tahun. Anak kebutuhan khusus merupakan anak yang
dalam pendidikan memerlukan pelayanan spesifik, berbeda dengan anak pada
umumnya. Gangguan penglihatan (tunetra) adalah anak yang mengalami gangguan
daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga layanan khusus dalam pendidikan
maupun kehidupannya. Gangguan pendengaran merupakan salah satu gangguan ketidakmampuan
secara parsial atau total untuk mendengarkan suara salah satu atau kedua
telinga.
Kata Kunci : Gangguan
penglihatan, Gangguan pendengaran
A. PENDAHULUAN
Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang
usia satu hingga lima tahun. Pengertian ini didasarkan pada batasan pada
psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) berusia 0-1
tahun, usia dini (early childhood) berusia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir
(late childhood), berusia 6-12 tahun.[1]
Anak akan mengalami suatu perkembangan dan pertumbuhan
dalam hidupnya, dimana harus diperhatikan oleh orang tua untuk menjamin
perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan usianya. Perkembangan merupakan
suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai saat terjadinya konsepsi dan berlangsung
melalui siklus kehidupan.[2] Kemudian pertumbuhan merupakan satu
pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari
organisme sebagai suatu keseluruhan.[3]
Dapat disimpulkan mengenai perkembangan bahwasannya lebih
cenderung terhadap kemajuan mental dan perkembangan rohani yang melaju terus
hingga akhir hayat sehingga perkembangan bersifat kualitatif. Dan pertumbuhan
lebih cenderung menuju kepada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju
pada suatu titik optimum dan menurun, dan pertumbuhan juga bersifat
kuantitatif.
Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan
berbagai masalah. Masalah yang dihadapi anak terutama anak usia dini, biasanya
berkaitan dengan gangguan pada proses perkembangannya. Bila gangguan tersebut
tidak segera diatasi maka akan berlanjut pada fase perkembangan berikutnya
yaitu fase perkembangan anak sekolah. Pada gilirannya, gangguan tersebut dapat menghambat proses perkembangan anak yang
optimal. Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami
permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak
permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat.
Anak berkebutuhan khusus atau yang pada masa lampau
disebut anak cacat memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Tipe anak berkebutuhan khusus bermacam-macam
dengan penyebutan yang sesuai dengan bagian diri anak yang mengalami hambatan
baik telah ada sejak lahir maupun karena kegagalan atau kecekatan pada masa
tumbuh kembangnya.
B. PEMBAHASAN
1. Anak Kebutuhan Khusus
Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih
luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada
umunya.[4] Anak berkebutuhan khusus ini mengalami
hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi
dua kategori yaitu, anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen
akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus ya ng bersifat
temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang
disebabkan kondisi dan situasi ligkungan. Misalnya, anak yang mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak
bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan
(perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan
belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dan
sebagainya. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan
intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi
permanen.
2. Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra) adalah anak
yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan
layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.[5] Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka,
yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf braille bagi yang
tunanetra total, dan yang bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan
kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar
atau diperbesar.
Terdapat dua cara yang sangat umum untuk mendefinisikan
gangguan penglihatan (kebutaan) yaitu definis menurut hukum (legal) dan
definisi secara edukasional. Menurut hukum merupakan definisi yang sering
digunakan oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung dalam profesi
medis.
Definisi menurut hukum, meliputi penilaian terhadap
ketajaman visual dan keluasan bidang pandang (field), digunakan untuk
menentukan apakah seseorang memenuhi syarat atau tidak untuk mendapatkan
manfaat hukum yang tersedia bagi orang-orang yang mengalami gangguan
penglihatan. Menurut definisi tersebut, orang yang buta adalah orang yang
memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang, baik denga koreksi (misalnya
menggunakan kacamata) maupun tidak, atau orang yang memiliki keluasan bidang
pandang yang sempit dengan besar sudut pandang tidak lebih dari 200.[6]
Definisi secara edukassional banyak digunakan oleh para
pendidik karena mereka menilai bahwa klasifikasi menurut hukum tidak lagi
memadai. Secara singkat dapat didefinisikan bahwa anak yang buta secara
edukasional adalah anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya untuk
tujuan belajar. Anak-anak tersebut memiliki penglihatan yang terganggu sehingga
tidak dapat dididik melalui penglihatan.[7]
3. Penyebab Gangguan Penglihatan (Ketunanetraan)
a. Albinisme
Orang dengan albinisme dilahirkan dengan atau tanpa
sedikit warna (pigmen) dalam mata, kulit dan rambut. Sehingga mereka berkulit
pucat dengan warna rambut sangat pirang (bahkan karakter fisik ini tidak umum
dijumpai dalam kelompok etnis mereka). Albinisme dapat mempengaruhi kemampuan
penglihatan bagi mereka yang terkena.
b. Katarak
Merupakan kekeruhan pada lensa mata yang menghambat alur
cahaya. Meskipun kebanyakan kasus katarak berkaitan dengan proses penuaan namun
terdapat pula sejumlah besar anak-anak yang terlahir dengan katarak atau
mengalami perkembangan katarak setelah terkena cedera mata, peradangan, dan
penyakit mata lainnya. Kasus terjadinya katarak pada masa kanak-kanak terjadi
diberbagai belahan dunia. Dalam berbagai kasus kejadian katarak tersebut
dipengaruhi oleh faktor keturunan, infeksi selama kehamilan juga dapat
menyebabkan katarak.
c. Diabetes
Merupakan salah satu penyebab utama dari ketunanetraan
dibanyak negara. Penyakit diabetes dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit
mata seperti diabetic retinopatithy (gangguan mata terkait diabetes yang paling
umum) glukoma dan katarak.
d. Glukoma
Keadaan ketika saraf optik yang membawa informasi dari
daerah mata yang sensitif cahaya (retina), langsung menuju ke otak yang rusak,
biasanya dikarenakan adanya tekanan tinggi di mata. Mata membutuhkan sejumlah
tekanan untuk mempertahankan bentuk mereka sehingga mata bekerja dengan baik
dan tetap sehat. Bila tekanan terlalu tinggi anak merasa tidak nyaman pada
cahaya terang atau sinar matahari (fotofobia), dan memiliki mata yang sedikit
lebih besar dari biasanya. Anak yang cenderung mengembangkan mata “juling”
(saat mata melihat arah yang berbeda) atau “mata malas” (bila satu mata lebih
lemah dari yang lain), atau mungkin mata akan mengeluarkan lebih banyak air
mata dibandingkan dengan mata normal.
e. Onchocerciasis atau River-Blindness
Ditularkan oleh lalat hitam yang hidup dan berkembangan
di daerah sungai. Cidera mata yang disebabkan oleh lalat tersebut lebih dikenal
dengan mata lesi. Mata lesi dapat ditemukan disemua jalinan internal mata yang
menyebabkan peradangan, pendarahan, dan komplikasi lain yang pada akhirnya
menyebabkan kebutaan.
f. Kesalahan refraksi
Termasuk miopia (rabun jauh) dan hipermiopi (rabun dekat)
dengan atau tanpa astigmatisme (kemampuan mata untuk secara tajam memebdakan
garis lurus yang terletak hanya pada satu meridian).
g. Retinitis Pigmentosa (RP)
Jenis penyakit yang menyerang retina dan dipengaruhi oleh
faktor keturunan. Gejala dalam retinitis pigmentosa terlihat sejak masa
kanak-kanak ketika kedua mata telah terinfeksi. Penglihatan malam bisa menjadi
buruk, dan medan penglihatan mungkin mulai menyempit, ditahap kemudian, hanya
sebagian kecil daerah penglihatan sentral yang tersisa, dengan sedikit
penglihatan tepi / fariferal. RP adalah salah satu penyakit mata yang paling
banyak ditemukan dinegara dengan budaya perkawinan sedarah.
h. Trachoma
Disebabkan oleh mikroorganisme yang menular melalui
kontak mata dengan orang yang terinfeksi (dapat pula melalui media handuk, sapu
tangan, jari, dll), dan melalui transmisi oleh lalat yang menyerang mata.
Setelah tahun-tahun terinfeksi berulang, bagian dalam kelopak mata dapat
mengalami luka yang begitu parah sehingga kelopak mata menjorok kedalam dan
bulu mata melekat pada bola mata, yang lebih lanjut bisa menyebabkan luka pada
kornea dan pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Didalam
gangguan penglihatan ada beberapa Tanda-tamda gangguan penglihatan yang mesti
diperhatikan diantaranya :[9]
a. Memegang benda dekat-dekat ke matanya
b. Tidak tertarik melihat gambar-gambar dibuku
c. Ceroboh – terkadang tersandung atau menabrak
mebel
d. Waktu melihat matanya juling
e. Ada keturunan gangguan penglihatan
f. Tidak dapat mengambil benda kecil, seperti kancing
kecil, benang atau peniti.
Berikut
merupakan cara untuk mengungkap gangguan penglihatan pada anak, apakah anak
mengalami gangguan dengan memahami beberapa hal dibawah ini:[10]
a. Kurang melihat (kabur) tidak mampu mengenali
orang pada jarak 6 meter
b. Kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya
c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus
d. Sering meraba dan tersandung waktu berjalan
e. Bagian bola bewarna keruh/bersisik/kering
f. Mata bergoyang terus
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata
h. Kerusakan nyata pada kedua bola mata
i.
Tidak dapat membedakan cahaya
4. Gangguan Pendengaran
Pendengaran merupakan salah satu indera yang penting
dalam mendukung kemampuan berbahasa meliputi perkembangan berbahasa, berbicara
dan berkomunikasi. Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial
atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Gangguan pendengaran pada anak dan remaja sering kali menimbulkan kesulitan
bagi praktisi untuk mendeteksinya sejak dini akibat adanya komorbilitas dengan
gangguan jiwa lain seperti autis gangguan afektif, masalah dalam kelompok
sosial, masalah perilaku dan gangguan psikotik.[11]
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang
disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional dan gangguan perkembangan.
Umumnya, bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran lebih dulu
diketahui keluarganya karena keterlembatan bicaranya. Diperkirakan, 0,5-1% bayi
baru lahir per 1.000 kelahiran, menderita kehilangan pendengaran atau tuli
syaraf pada kedua telinga dengan derajat sedang sampai berat dan menetap. Angka
ini diperkirakan meningkat sampai 1,5-2 % per 1.000 anak umur di bawah 6 tahun.
Gangguan pendengaran genetik bawaan dapat disertai
kelainan lain atau merupakan bagian dari sindrom. Gangguan pendengaran dapat terjadi
bersama dengan kelainan bawaan telinga luar dan mata, gangguan metabolik,
tulang dan otot, kulit, ginjal, dan sistem syaraf. Anak dengan orang tua
menderita ketulian keturunan juga beresiko menderita gangguan pendengaran.[12]
Deteksi dini gangguan pendengaran ini penting untuk
dilakukan mengingat tuna rungu adalah salah satu kelainan lahir yang banyak
terjadi. Deteksi dini yang dimaksud adalah pemeriksaan pendengaran yang
dilakukan sedini mungkin, yaitu pada hari-hari pertama kelahiran atau sebelum keluar
dari rumah sakit. Bayi baru lahir yang berkemungkinan tinggi punya gangguan pendengaran
diantaranya :[13]
a. Ada riwayat keluarga yang punya gangguan
pendengaran menetap.
b. Kelainan bentuk telinga, wajah, dan kepala.
c. Infeksi pada kehamilan seperti toksoplasmosis,
rubella, sitomegalovirus, herpes, dan sifilis.
d. Berat lahir kurang dari 1.500 gram.
e. Bayi-bayi yang keadaannya mengharuskan
perawatan di rumah sakit.
Tuna rungu ialah anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan karena
kerusakan atau kehilangan kemampuan mendengar sedangkan remaja tuna rungu
adalah seseorang dengan batasan usia antara 12 hingga 21 tahun yang anak
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar.[14]
a. Sering memiringkan kepala dalam usaha
mendengar
b. Banyak perhatian terhadap getaran
c. Terlambat dalam perkembangan bahasa
d. Tidak ada reaksi terhadap suara atau bunyi
e. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
f. Kurang atau tidak tanggap dalam diajak
berbicara
g. Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh
monoton.
5. Faktor-faktor Penyebab Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu
sebagai berikut :[16]
a. Conductive hearing loss
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan karena adanya kecacatan pada
bagian luar atau bagian tengah telinga. Gangguan ini bisa timbul akibat bayi
menderita sakit flu, alergi, atau infeksi telinga. Namun gangguan ini sifatnya
sementara.
b. Sensorineural hearing loss
Yaitu gangguan karena kerusakan pada telinga bagian dalam atau saluran
syaraf yang membentang dari telinga bagian tengah ke otak. Biasanya, penderita
gangguan pendengaran ini masih bisa mendengar, tetapi sayup-sayup. Gangguan ini
juga bisa terjadi karena adanya kerusakan saraf pada saat bayi masih di dalam
rahim, pada saat proses persalinan atau setelah dilahirkan, misalnya karena
terserang virus, rubella atau meningitis.
c. Control hearing loss
Merupakan gangguan yang membuat anak dapat mendengar suara, tetapi tidak
menangkap apa yang dikatakan oleh orang yang berbicara dengannya. Gangguan ini
dapat terjadi akibat kecelakaan, adanya tumor yang menyebabkan perubahan pada
pusat saraf pendengaran diotak serta faktor keturunan.
d. Combined hearing loss
Merupakan perpaduan dari gangguan sensorineural dan conductive hearing
loss.
e. Gangguan pendengaran juga dapat disebabkan
pada saat ibu hamil itu mengosumsi antibiotik atau pernah mendapatkan perawatan
kemoterapi, bayi mengalami jaundice, atau bayi yang memakai ventilator lebih
dari lima hari.
C. KESIMPULAN
Anak usia dini
merupakan anak yang berada pada rentang usia satu hingga lima tahun. Anak yang
lahir dunia sangat rentan dengan berbagai masalah. Terdapat anak yang
berkebutuhan khusus yang dimaksud anak yang memiliki karakteristik khusus dan
kemampuan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Terdapat
beberapa gangguan yang ada pada anak, gangguan tersebut adalah gangguan
penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian
rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Penyebab gangguan penglihatan dikarenakan ada beberapa hal yaitu, albinisme,
katarak, diabetes, glukoma, Onchocerciasis atau River-Blindness, Kesalahan
refraksi, Retinitis Pigmentosa (RP) dan Trachoma.
Pendengaran
merupakan salah satu indera yang penting dalam mendukung kemampuan berbahasa
meliputi perkembangan berbahasa, berbicara dan berkomunikasi. Sedangkan
gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya gangguan pada pendengaran anak meliputi, Conductive hearing
loss, Sensorineural hearing loss, Control hearing loss, Combined hearing loss,
dan Gangguan pendengaran juga disebabkan pada saat ibu hamil mengosumsi obat antibiotik
atau pernah mendapatkan perawatan kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Ahmad
Rudiyanto, Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini, Lampung : CV. Laduny,
2018.
Ahmad Susanto, Pendidikan
Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), Jakarta : Bumi Aksara, 2017.
Aulia Fadhli, “Buku
Pintar Kesehatan Anak”, Yogyakarta : Pustaka Anggrek, 2010.
Desmita, Psikologi
Perkembangan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010.
June Thompson, Toddlercare
Pedoman Rawat Balita, Jakarta : Erlangga, 2003.
Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Merangkul Perbedaan Perangkat Untuk
Mengembangkan Lingkungan Inklusif Ramah Terhadap Pembelajaran Buku Khusus 3
Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas Dalam Seting Inklusif, Bangkok: IDPN
Indonesia, 2009.
M.A. Muazar
Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini (Buku Ajar S1 PAUD),
Yogyakarta : Deepublish, 2015.
Nia
Nurdiansyah, Buku Pintar Ibu dan Bayi Panduan Lengkap Merawat Buah Hati
& Menjadi Orang Tua Cerdas, Jakarta : Bukune, 2011.
Rini Hildayani,
dkk, Penanganan Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus), Banten:
Universitas Terbuka,2014.
JURNAL :
Dian Rachmawati
Wasito, Dwi Sarwindah, dkk., “Penyesuaian
Sosial Remaja Tuna Rungu yang Bersekolah di Sekolah Umum”, Vol. 12. No.03,
Desember, 2010.
Ererih Wilisari
dan Yunias Setiawati, “Aspek Psikiatri Gangguan Pendengaran Pada Anak”,
Vol: No.2, Agustus 2014.
Mardhiyah, dkk.,
“Identitas Anak Berkebutuhan Khusus dan
Strategi Pembelajarannya”, Al Ta’dib Vol. 3 No.1, Juli 2013.
[1] Ahmad Susanto, Pendidikan
Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta : Bumi Aksara, 2017), h. 1.
[4] Mardhiyah, Siti Dawiyah,
dkk, “Identitas Anak Berkebutuhan Khusus dan Strategi Pembelajarannya”, Al Ta’dib
Vol. 3 No.1, Juli 2013, h. 56.
[6] Rini Hildayani, dkk, Penanganan
Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus), (Banten: Universitas
Terbuka,2014), h. 83.
[8] Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia, Merangkul Perbedaan Perangkat Untuk
Mengembangkan Lingkungan Inklusif Ramah Terhadap Pembelajaran Buku Khusus 3
Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas Dalam Seting Inklusif (Bangkok: IDPN
Indonesia, 2009) h 47-48.
[10] Muazar Habibi, Analisis
Kebutuhan Anak Usia Dini (Buku Ajar S1 PAUD), (Yogyakarta : Deepublish,
2015), h. 181.
[11] Ererih Wilisari, Yunias
Setiawati, “Aspek Psikiatri Gangguan Pendengaran Pada Anak”, Vol: No.2,
Agustus 2014,h.3
[14] Dian Rachmawati Wasito,
Dwi Sarwindah, dkk, “Penyesuaian Sosial Remaja Tuna Rungu yang Bersekolah di
Sekolah Umum”, Vol. 12. No.03, Desember, 2010, h. 141.
[15] Mardhiyah, Siti Dawiyah, dkk, “Identitas Anak
Berkebutuhan Khusus dan Strategi Pembelajarannya”, h. 59-60.
[16] Nia Nurdiansyah, Buku
Pintar Ibu dan Bayi Panduan Lengkap Merawat Buah Hati & Menjadi Orang Tua
Cerdas, (Jakarta : Bukune, 2011), h. 170-171.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar